Sabtu, 28 Februari 2015

Selimut Bali Raza

Di tengah hari, gadis cilik bernama Raza berlarian di pinggir selokan sambil terengah-engah. Matanya beberapa kali kelilipan terkena debu beterbangan. Sampai ia berhenti di depan sebuah toko selimut bali, dengan tangan hitamnya ia mendorong sekuat tenaga pintu toko yang lumayan berat itu.
“Mbak, selimut yang kemarin sudah dibeli ya?” tanyanya.
“Eh, belum dik. Namanya siapa?” tanya petugas toko.
“Raza mbak. Saya gak pesen kok, cuma insya Allah beli,” ujar Raza.
“Oh gitu. Kirain kamu mau beli!” mbaknya kesal, lalu meninggalkan Raza di dekat pintu. Raza pun pulang kembali dengan perasan kecewa.
“Assalamu’alaikum,” Raza membuka pintu rumahnya
yang kecil, bisa dibilang gubuk.
“Wa’alaikum salam. Raza, baru pulang? Dari mana?” tanya ibu.
“Dari toko selimut Bali,” jawab Raza lesu.
Ibunya Raza seorang pencuci keliling. Anaknya, Raza dan Shofi kadang membantunya mencuci atau jualan gorengan di kantin sekolah. Semuanya karena ekonomi. Mereka tidak mampu. Makan sehari saja dua kali. Tapi bersyukur, Allah masih memberi rezeki dan kehidupan.
“Nak, kita gak punya uang, darimana mau dapat selimut Bali?” ibu menggeleng-geleng, lalu melanjutkan mencuci.
“Kak Raza, tadi aku dikasih dua buku tulis sama bu guru. Karena katanya aku pinter,” Shofi menunjukkan dua buku tulis. Satunya berwarna biru satunya berwarna ungu.
“Aku kasih kakak satu,” Shofi memberikan buku tulis biru kepada Raza.
“Makasih, Fi,” Reza tersenyum. Lalu dengan lesu, dia bersandar di bantal tempat tidurnya.
Keesokan harinya…
Aroma teh tercium oleh Raza. Raza berpikir, biasanya kalau ada teh berarti ada yang sakit! Raza lalu bangkit, dan mendapati ibu dan Shofi duduk di sebelahnya. Shofi sedang menangis dan ibu sedang mengaduk teh.
“Aku kenapa?” tanya Raza bingung. Ibu dan Shofi hanya diam. Ibu menyodorkan segelas teh pahit, yang biasa dipakai kalau ada yang sakit.
“Aku kenapa? Sakit kah aku?” tanya Raza lagi, mulai kesal karena Shofi menangis tambah deras walau tanpa suara.
“Kamu sakit lagi nak…” jawab ibu lirih. Raza terkejut. Ia mulai menitikkan air mata.
Sebenarnya hari ini ulang tahun Raza, tapi ibu dan Shofi tidak tahu mau memberikan apa, karena tak punya uang.
Raza punya penyakit gatal-gatal dan demam yang aneh. Dokter belum tahu itu penyakit apa. Shofi yang merasakannya. Ia memegang dahi Raza waktu itu. Panas… Sekali. Setelah di bawa ke klinik ternyata dokter tidak tahu penyakit apa itu. Yang penting… Parah.
Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu. Ibu dengan lunglai berjalan ke depan pintu lalu membukanya.
“Assalamu’alaikum!” seru seseorang. Ternyata Melly dan keluarganya. Kenapa mereka ke sini?
“Tadi waktu lewat saya dengar suara ibu nangis. Raza sakit lagi?” tanya mama Melly. Ibu mengangguk.
“Eh silakan masuk,” ibu berusaha tersenyum. Melly sekeluarga masuk.
Melly adalah anak paling kaya di sini. Dia dari Melbourne, Australia. Anaknya baik hati dan senang untuk berbagi.
“Semoga cepat sembuh ya, Za!” Melly membelai kepala Raza yang terbaring di kasur.
“Iya, makasih udah datang Mel!” Raza tersenyum tipis.
“Saya cuma mau kasih Raza obat.” mama Melly memberikan Raza obat. Di taruhnya obat itu di meja di samping tempat tidur.
“Agar tidur Raza nyenyak, saya tadi mampir ke toko selimut cari selimut Bali, dapet. Semoga suka ya! Selamat ulang tahun!” papanya Melly memberikan kantong plastik bertuliskan ‘GALERI SELIMUT’. Raza menatap Melly dengan mata berbinar-binar.
“Makasih banget, om tante!” Raza girang sekali. Melly dan Raza berpelukan. Tiba-tiba, satu persatu merah-merah dan panas badan Raza hilang. Raza merasa aneh.
“Lho?” Raza memegang tubuhnya.
“Kamu sembuh ZAAA!” pekik ibu girang. Raza tersenyum senang. Sore itu Raza bisa merasakan kehangatan selimut Bali, gratis. Dengan perjuangannya melawan penyakit.

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-anak/selimut-bali-raza.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar