Sabtu, 28 Februari 2015

Sebutir Biji Sebuah Kehidupan

Di kotaku, jarang sekali ada orang yang mau peduli lingkungan. Akibatnya banjir di mana-mana. Sebenarnya saya bingung, kenapa tidak ada tindakan pemerintah? kan bagus kalau lingkungan bersih?
kota itu… Jakarta.
Jakarta adalah ibukota. Ibukota langganan banjir. Sebenarnya aku prihatin dengan kondisi ibukota ini! Siapa nanti yang mau tinggal di sini kalau lingkungannya sangat kotor? Aku tidak tahu masa depan Jakarta seperti apa.
Siang hari yang lumayan mendung. Aku
berjalan-jalan di dekat pekarangan rumahku yang sedang banjir, mencari-cari sendalku yang tenggelam di air banjir.
“Mana ya?” gumamku sambil terus menacri. Akhirnya, aku memasukkan tanganku ke air untuk mencari sendalku itu. Kalau tidak ibu bisa marah karena sendal itu barusan dibeli bulan lalu, sebelum ada banjir melanda. Tiba-tiba, seseorang memanggilku.
“Tri! Astri! Maen yuk!” ternyata Seno, tetanggaku yang dekat denganku. Aku hanya tetap mencari, sambil menjawab “aku lagi nyari sendalku No,”
Seno tetap berdiri di depan pagar rumahku sambil menggerak gerakkan tangannya.
“Aku bantuin!” seru Seno. Seno lalu membantuku. Tiba-tiba ibu datang.
“Gimana ya? Banjir naik nak, sendal kamu biarin aja hilang!” ujar ibu.
“Ya udah, No! Kamu pulang ya!” pintaku.
“Ya sudah deh, aku laper! mau ke dapur umum bareng?” tanya Seno. Aku menatap ibu.
“Kebetulan ibu laper! yuk!” ajak ibu sambil menarik tanganku dengan kesusahan menembus banjir.
Setelah lelah berjalan di air, kami sampai di dapur umum yang tidak kena banjir. Aku sendiri dan keluarga tidak mengungsi karena rumahku tidak terendam banjir, halamannya saja.
“Itu ada mi” seru Seno. Aku hanya tersenyum. Dari kemarin mi terus. Tak pernah makanan lain.
Pemerintah dimana sih? Batinku. Pemerintah tidak pernah mengirim apapun, kecuali obat-obatan dan pakaian. Itu belum cukup, kami belum punya makanan dan tempat tinggal, serta harta-harta yang hanyut terendam.
Aku langsung berpikir, setelah melihat satu pohon di dekat posko itu.
“Sebutir biji bisa membuahkan kehidupan. Ya! Kita bisa membantu dengan menanam pohon! Walau di Jakarta banyak pohon, tapi tak sejumlah dengan luasnya!” seruku. Orang-orang menoleh.
“Astri betul!” seru Seno. Semua orang satu pesatu bersorak seperti itu. Aku hanya tersenyum senang.
Mulai sekarang aku belajar untuk mencintai lingkungan. Alhasil, setelah banyak hujan melanda, kompleksku tidak kena banjir lagi. Terima kasih, pohon!

sumber :  http://cerpenmu.com/cerpen-lingkungan/sebutir-biji-sebuah-kehidupan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar