Di kotaku, jarang sekali ada orang yang mau peduli lingkungan.
Akibatnya banjir di mana-mana. Sebenarnya saya bingung, kenapa tidak ada
tindakan pemerintah? kan bagus kalau lingkungan bersih?
kota itu… Jakarta.
Jakarta adalah ibukota. Ibukota langganan banjir. Sebenarnya aku
prihatin dengan kondisi ibukota ini! Siapa nanti yang mau tinggal di
sini kalau lingkungannya sangat kotor? Aku tidak tahu masa depan Jakarta
seperti apa.
Siang hari yang lumayan mendung. Aku
berjalan-jalan di dekat
pekarangan rumahku yang sedang banjir, mencari-cari sendalku yang
tenggelam di air banjir.
“Mana ya?” gumamku sambil terus menacri. Akhirnya, aku memasukkan
tanganku ke air untuk mencari sendalku itu. Kalau tidak ibu bisa marah
karena sendal itu barusan dibeli bulan lalu, sebelum ada banjir melanda.
Tiba-tiba, seseorang memanggilku.
“Tri! Astri! Maen yuk!” ternyata Seno, tetanggaku yang dekat denganku.
Aku hanya tetap mencari, sambil menjawab “aku lagi nyari sendalku No,”
Seno tetap berdiri di depan pagar rumahku sambil menggerak gerakkan tangannya.
“Aku bantuin!” seru Seno. Seno lalu membantuku. Tiba-tiba ibu datang.
“Gimana ya? Banjir naik nak, sendal kamu biarin aja hilang!” ujar ibu.
“Ya udah, No! Kamu pulang ya!” pintaku.
“Ya sudah deh, aku laper! mau ke dapur umum bareng?” tanya Seno. Aku menatap ibu.
“Kebetulan ibu laper! yuk!” ajak ibu sambil menarik tanganku dengan kesusahan menembus banjir.
Setelah lelah berjalan di air, kami sampai di dapur umum yang tidak
kena banjir. Aku sendiri dan keluarga tidak mengungsi karena rumahku
tidak terendam banjir, halamannya saja.
“Itu ada mi” seru Seno. Aku hanya tersenyum. Dari kemarin mi terus. Tak pernah makanan lain.
Pemerintah dimana sih? Batinku. Pemerintah tidak pernah mengirim
apapun, kecuali obat-obatan dan pakaian. Itu belum cukup, kami belum
punya makanan dan tempat tinggal, serta harta-harta yang hanyut
terendam.
Aku langsung berpikir, setelah melihat satu pohon di dekat posko itu.
“Sebutir biji bisa membuahkan kehidupan. Ya! Kita bisa membantu dengan
menanam pohon! Walau di Jakarta banyak pohon, tapi tak sejumlah dengan
luasnya!” seruku. Orang-orang menoleh.
“Astri betul!” seru Seno. Semua orang satu pesatu bersorak seperti itu. Aku hanya tersenyum senang.
Mulai sekarang aku belajar untuk mencintai lingkungan. Alhasil,
setelah banyak hujan melanda, kompleksku tidak kena banjir lagi. Terima
kasih, pohon!
sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-lingkungan/sebutir-biji-sebuah-kehidupan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar